Indonesia
merupakan negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia. Sensus penduduk
di Indonesia tahun 2010 menyatakan bahwa sebesar 87,18% jiwa atau setara
207.176.162 penduduk di Indonesia adalah beragama Islam. Besarnya prosentase
penduduk yang beragama Islam berbanding lurus dengan banyaknya masjid di
Indonesia. Hingga tahun 2019 jumlah masjid dan musholah yang terdaftar di
Kementrian Agama Republik Indonesia adalah 546.043.
Nah,
masjid itu bukan hanya tempat yang digunakan untuk ritual ibadah saja, tetapi
juga sebagai sarana umat muslim untuk melakukan aktivitas sosial, pendidikan
dan sebagai tempat pemersatu umat. Aktivitas itu berjalan melalui pembiayaan
aktivitas masjid, pengadaan sarana dan prasarana serta pengembangan masjid.
Dana tersebut dikeluarkan untuk membiayai kegiatan rutin, mengurus masjid, memelihara
atau merawatnya.
Kegiatan
masjid akan terlaksana dengan baik jika tersedia dana dalam jumlah yang
mencukupi. Dana yang terkumpul juga harus dikelola dengan baik agar dapat
memenuhi segala macam kebutuhan dan kegiatan masjid. Untuk itu, penting adanya
sebuah pertanggung jawaban dari pengelola.
Hal
inilah yang menjadi pembahasan saya dalam artikel ini, dimana takmir masjid
bertanggungjawab atas dana yang dikelola. Pertanggungjawaban yang dilakukan
oleh para takmir masjid tidak hanya kepada manusia saja secara habluminannas
(donatur dan jamaah), tetapi yang utama adalah pertanggungjawaban kepada Allah
secara habluminallah.
Salah
satu Pertanggungjawaban pada aspek fisik yang dilakukan oleh para takmir masjid
adalah membuat laporan keuangan masjid berdasarkan standar yang telah dibuat.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) membuat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No.45 yang tujuannya adalah untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi
nirlaba dalam menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan
para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, dan pihak lain yang menyediakan
sumber daya bagi organisasi nirlaba.
Jika
dilihat dari pengertiannya laporan keuangan secara umum, merupakan alat yang
sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan hasil-hasil yang
telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan begitu laporan keuangan
diharapkan membantu takmir masjid untuk membuat keputusan yang bersifat
finansial.
Untuk
membuat laporan keuangan organisasi
Masjid memberikan informasi meliputi Aset/ harta, Kewajiban/ hutang, Ekuitas/
modal, Pendapatan dan Arus Kas. Selanjutnya Penyajian Laporan Keuangan baik
laporan posisi keuangan.
Proses
pencatatan akuntansi pada masjid lebih sederhana dibanding dengan pencatatan
akuntansi pada komersial, dalam pencatatan akuntansi masjid langkah yang utama
yaitu mengelompokkan sumber pendapatan. Misalnya pendapatan dari ibu pengajian,
kegiatan rutin peserta TPA, sumbangan dari donatur dan lain-lain. Pengeluaran
untuk kegiatan rutin masjid , kebersihan dan keamanan masjid, keperluan idul
adha dan idul fitri serta lain-lain. Dengan adanya pencatatan akuntansi yang
jelas antara pemasukan dan pengeluaran maka donatur dan warga sekitar tidak
akan bertanya-tanya berapa saldo masjid, berapa jumlah sumbangan dari donatur,
dan lain sebagainya.
Kemudian
dapat disajikan dalam laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan menurut PSAK No. 45 pada lembaga masjid.
Pada
penerapannya, akuntansi masjid lebih menggunakan metode pencatatan cash basis
yakni mengakui pendapatan dan biaya pada saat kas diterima dan dibayarkan.
Dengan metode cash basis tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan,
program atau aktivitas tidak dapat diukur dengan baik. Akuntansi dengan accrual
basis dianggap lebih baik daripada cash basis karena dianggap menghasilkan
laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan
relevan. Selain itu, akuntansi masjid menggunakan metode pembukuan tunggal
(single entry method).
Jadi,
dapat diketahui bahwa akuntansi bukan hanya pecatatan dan pelaporan yang
dipakai bagi mereka dalam entitas besar saja. Namun, dapat digunakan bagi kita
untuk mengelola keuangan masjid yang baik sebagai suatu sifat keterbukaan dan
transparansi kepada para jama’ah masjid dalam laporan keuangan itu sendiri.
Penulis : Susi Susilawati
Mahasiswi STEI SEBI
0 Comments:
Post a Comment