8 Alat Ukur yang Efektif untuk Fungsi Audit Internal Syariah
Dalam lingkungan bisnis
yang kompetitif, kepatuhan Syariah dianggap salah satu ciri khas yang
membedakan lembaga keuangan islam dari lembaga keuangan konvensional. Lembaga
Keuangan Islam atau Islamic Financial Institutions (IFI) mendapatkan amanah
untuk dapat beroperasi berdasarkan prinsip Syariah dalam setiap aspeknya,
seperti aktivitas dan sistem. Saat ini, dalam perkembangan keuangan global IFI
diharapkan oleh pemangku kepentingan untuk mencapai target sosial ekonomi yang
digariskan oleh syariat dan juga diharapkan untuk membangun kegiatan maupun
operasi keuangan Islam yang bertanggung jawab, inklusif dan berkelanjutan.
Dalam sebuah jurnal
penelitian yang ditulis oleh Nur Laili Ab Ghani, Noraini Mohd Arifin dan Abdul
Rahim Abdul Rahman pada tahun 2019, dikemukakan tentang pengukuran efektif
untuk fungsi audit internal Syariah. Penelitian tersebut dilakukan dengan
wawancara yang terstruktur bagi responden yang sudah diambil menggunakan
purposive sampling melalui judgement sampling yang memungkinkan penelitian
utnuk memilih responden dalam posisi terbaik yang mewakili untuk memberikan
perspektif mereka pada pengukuran fungsi audit internal syariah yang efektif.
Penelitian ini mengkaju 8 pengukuran fungsi audit internal Syariah yang
efektif, yaitu :
Ruang lingkup audit
merupakan aspek penting dalam mengukur efektivitas audit internal, karena
mengarahkan pelaksanaan audit internal untuk mencapai tujuan penugasan audit
internal yaitu memberikan jaminan atas sistem pengendalian internal dalam
organisasi (The International Institute of Internal Auditor (IIA), 2011). Dalam
hal ini, penelitian menemukan bahwa selalu ada masalah dengan Ruang lingkup
audit Syariah laporan keuangan, ketika IFI tertentu menunjuk auditor eksternal
untuk melakukan ruang lingkup khusus ini. Sehingga studi ini menyarankan agar
IFI menetapkan pendekatan tambahan untuk memeriksa sejauh mana audit internal
syariah yang efektif dalam hal ruang lingkup audit Syariah ketika dialihdayakan
kepada auditor eksternal. IFI harus memastikan bahwa auditor eksternal
menetapkan pendekatan sistematis untuk melaksanakan fungsi audit Syariah yang
serupa dengan yang dilakukan oleh auditor internal Syariah di LKI.
Menurut Kerangka Praktik
Profesional Internasional atau IPPF, tujuan penugasan audit internal adalah
untuk melakukan penilaian awal atas risiko yang relevan dengan aktivitas
tersebut. Setelah menentukan tujuan penugasan auditor internal perlu
mempertimbangkan kesalahan yang signifikan dan ketidakpatuhan terhadap hukum
dan peraturan. Pengukuran tujuan audit Syariah meliputi tujuan pengendalian
internal, garis pelaporan yang jelas dan prosedur operasi standar (SOP) serta
sistem aplikasi teknologi informasi (International Shari’ah Research Academy
(ISRA), 2011). Studi ini menemukan bahwa semua responden setuju bahwa
efektivitas fungsi audit syariah internal dapat diukur dari komponen tujuan
audit syariah di atas dan juga menyarankan kriteria tambahan dari tujuan audit
Syariah seperti kecukupan kebijakan, manual dan pedoman serta tidak hanya SOP
yang penting dalam mengukur efektivitas audit internal Syariah.
Sehubungan dengan audit
dan tata kelola, fungsi audit internal dapat menjadi efektif jika fungsi
tersebut mempromosikan nilai-nilai etika yang tepat dalam organisasi,
memastikan manajemen kinerja organisasi yang efektif dan mengkomunikasikan
informasi di antara berbagai tingkatan organisasi. Pengukuran audit Syari'ah
dan struktur tata kelola meliputi penetapan fungsi audit Syari'ah di dalam
divisi audit internal, berkonsultasi dengan anggota Komite Syari'ah dalam
rencana audit Syari'ah dan melaporkan temuan audit Syari'ah kepada Dewan Komite
Audit. Hasil penelitian menemukan bahwa semua responden setuju atas pengukuran
efektifitas fungsi audit Syari'ah melalui penerapan audit syariah dan struktur
tata kelola. Menurut SGF, fungsi audit syariah dapat efektif jika fungsinya
berdiri sendiri dari divisi manajemen dan laporan harus diberikan langsung
kepada Dewan melalui Komite Audit Dewan (Bank Negara Malaysia, 2010).
Menurut IPPF, “piagam
audit internal adalah dokumen formal yang menjelaskan tujuan, wewenang dan
tanggung jawab aktivitas audit internal” (The International Institute of
Internal Auditor (IIA), 2011: 15). Piagam audit penting dalam melaksanakan
audit internal yang efektif karena mengartikulasikan sifat fungsi audit
internal, hubungan pelaporan, dan dengan jelas menentukan otorisasi akses ke
semua catatan dan dokumen yang relevan untuk digunakan oleh auditor internal.
Berdasarkan temuan wawancara terstruktur, menyarankan agar lebih baik
memisahkan tujuan, misi dan ruang lingkup dalam satu bagian dan tanggung jawab
di bagian lain dalam piagam audit Syari'ah untuk pengukuran yang lebih baik
atas efektivitas audit Syari'ah. Kemudian disarankan juga untuk memasukkan
akuntabilitas dan klausul standar etika sebagai bagian dari piagam audit
Syari'ah untuk mengukur efektivitas fungsi audit syariah.
Terkait dengan kompetensi
auditor internal, IPPF menggarisbawahi bahwa penting bagi auditor internal
untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lain untuk melakukan
kegiatan audit internal. Abdul Rahman (2011) mengemukakan bahwa auditor syariah
internal harus mahir dalam menerapkan standar audit internal, prinsip
akuntansi, memahami prinsip-prinsip manajemen, menerapkan tes audit syariah
yang sesuai dan memiliki keterampilan komunikasi dalam berhubungan dengan
orang. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden setuju bahwa efektivitas
fungsi audit syariah dapat diukur dari kompetensi auditor internal yang
memadai. Komponen kompetensi tersebut mencakup pengetahuan dan keterampilan
yang memadai untuk menerapkan standar audit internal, prinsip akuntansi dan
pengujian audit syariah yang relevan.
Berdasarkan SGF, proses
audit syariah mensyaratkan auditor syariah internal untuk merumuskan rencana
audit yang meliputi pemahaman kegiatan bisnis LKI, mengembangkan Pengukuran
Fungsi Audit Syari'ah yang Efektif di Lembaga Keuangan Islam 159 program audit
internal yang komprehensif, memperoleh sumber Syari'ah yang relevan dan
melakukan proses audit Syari'ah secara berkala (Bank Negara Malaysia, 2010).
Studi ini menyarankan untuk memasukkan strategi Syari'ah, pelaksanaan aqad,
pengembangan struktur produk dan risiko klaim untuk Takaful sebagai bagian dari
area yang dapat diaudit untuk mengukur fungsi audit Syari'ah yang efektif
ketika menerapkan proses Syariat yang terencana dengan baik. ah audit.
GF menguraikan bahwa
hasil proses audit syariah harus dilaporkan kepada Dewan Komite Audit dan
anggota Komite Syariah. Auditor internal Syari'ah juga perlu merekomendasikan
langkah-langkah perbaikan untuk masalah ketidakpatuhan Syariah yang ditemukan
selama proses audit Syariah (Bank Negara Malaysia, 2010). Secara keseluruhan,
semua responden setuju bahwa efektivitas fungsi audit syariah dapat diukur
dengan menetapkan persyaratan pelaporan di atas termasuk mengkomunikasikan
temuan audit Syari'ah secara tepat kepada Dewan Audit dan anggota Komite
Syari'ah.
Menurut IPPF, kegiatan
audit internal harus independen dari segala ancaman yang dapat menyebabkan
hasil yang bias (The International Institute of Internal Auditor (IIA), 2011).
Serupa dengan praktik audit internal, auditor syariah internal juga harus
memiliki sikap mental yang independen untuk melakukan praktik audit syariah
(Abdul Rahman, 2011). Secara keseluruhan, semua responden setuju bahwa fungsi
audit Syari'ah dapat efektif apabila kegiatan audit Syari'ah bebas dari campur
tangan dalam menentukan ruang lingkup audit Syari'ah, melaksanakan pekerjaan
audit Syari'ah dan mengkomunikasikan hasil temuan audit Syar'ah. Jika
independensi terganggu, auditor Syari'ah internal harus mengungkapkan rincian
penurunan nilai tersebut kepada pihak yang tepat di LKI.
Penulis : Muhammad Rijal
Izhharuddin
Mahasiswa STEI SEBI
Review dari penelitian
berjudul “The Measurment of Effective Internal Shari’ah Audit
Function in Islamic
Financial Institutions”